Medan, 17 Desember 2025
Kantor Wilayah Pertanahan Propinsi Sumut Lalai ( culpa) atau Sengaja ( Dolus ) menolak meletakkan batas batas Tanah Negara dengan Tanah Rakyat dan Lalai atau Sengaja atas terjadinya Penggunaan Tanah Negara oleh Perusahaan tanpa membayar Uang Pemasukan ke Kas Negara.
Rakyat dan tanahnya jadi mainan objek kekerasan dan Anehnya negara merasa tidak dirugikan.
Apakah Prabowo Subianti Negarawan yang selalu konsisten menjunjung PANCASILA DAN ALINEA 4 PEMBUKAAN UUD 45 .
Terasa Institusi Negara sudah dikuasai bandit bandit politik dan rakyat tanpa sadar telah di giring menuju jalan Perbudakan ( The Road of Serfdom ).
Fadli Kaukibi SH .CN tokoh Melayu Sumut dan Penasehat DPW HIPAKAD 63 Sumut.
Institusi Negara sudah dikuasai oleh bandit-bandit politik hari ini di lihat dari Ilmu Kenegaraan dan Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara ini ditandai dengan sudah tidak ada lagi batas-batas kewenangan dari lembaga-lembaga negara maupun kewenangan aparat yang menjalankan institusi negara / terlihat lembaga-lembaga negara memproduk undang-undang dan peraturan sesuai selera dan kepentingan pejabat negara (penguasa dan pengusaha nasional serta asing) lalu tindakan pejabat negara sangat sewenang-wenang tidak ada acuan hukum dan jika ada ketentuan hukum dan per Undang-Undangan juga sudah ditabrak habis.
Nyata kita sudah melihat dan mendengar kegilaan pemimpin negara.Tak layak,tak patut seorang Kepala berkata " Saya akan berikan lahan berapapun luasnya ,mau berapa , 100 hektar, ribu hektar bahkan puluhan ribu hektar, akan saya sediakan"
Ini bukanlah bicara seorang Kepala Negara yang harus nya bertindak atas dasar hukum dan per Undang-Undangan sesuai Azas Negara Hukum ( Rechstaat) tapi ini lebih tepat di sebut Negara Kekuasaan ( Maachstaat ) atau itu bicara seorang DIKTATOR, OTORITER, FASIS CARTEL bahkan identik bicara seorang Pemimpin Penjajahan( invasi).
karena Larangan monopoli penguasaan BAR di injak habis .
Apa yang rakyat daerah rasakan hari ini adalah fakta nyata ada absolutisme, hegemoni Pusat pada Daerah (Desentralisasi dengan Otonomi Daerah hanya ISAPAN JEMPOL) ternyata Penguasa Pusat menjalankan absolut, Aparat Penegak Hukum ( APH) Kepolisian, Kejaksaan dan Kehakiman tidak lagi jadi benteng hukum tapi benteng bahkan centeng penguasa dan pengusaha.
Bumi air dan ruang angkasa sudah di obral habis, pembalakan hutan, pengerukan bumi,dan penguasaan udara (bandara udara) yang sangat bebas, bahkan tanah-tanah rakyat ditambah lagi wabah sabu, benar-benar kegilaan yang mengakibatkan kerusakan Alam dankerusakan sosia yang sangat menyengsarakan rakyat.
Pemerintah Pusat bukan saja sewenang - wenang memberi izin sumber daya alam daerah bahkan lebih tragis juga menimpa rakyat daerah , rakyat yang sudah punya Alas Hak Atas Tanah dan sudah ada hunian dan ladangnya juga tak luput dari perampokan terstruktur oleh Pemerintah Pusat yakni presiden Cq menteri ATR/BPN dan Jajarannya di Daerah yakni Kantor Wilayah Pertanahan Provinsi dan Kantor Pertanahan Kabupaten Kota yang berkolaborasi dengan aparat TNI dan Polri serta Pejabat-Pejabat Daerah (ya Raja-Raja Raerah).
Ketentuan Hukum tentang Kehutanan, Pertambangan, Hukum Agraria, dan Ketahanan Nasional sudah dimasukkan ke tong sampah.
Sedikitnya kami menemukan 5 Sertifikat HGU yang setelah kami teliti adalah Aspal/Cacat Administrasi/Surat Bawah Tangan yang digunakan oleh Perusahaan Perkebunan Negara yang luasnya ribuan hektar bahkan puluhan ribu hektar yang nyata tidak membayar uang pemasukan ke kas negara justru disewakan bahkan di Lego ke properti di Kabupaten Deli Serdang Binjai dan Langkat lalu dengan modal Surat Aspal/Cacat Administrasi/ Surat Bawah Tangan itu rakyat yang sudah punya Alas Hak Atas Tanahnya di usir di keroyok di gebuki dan dirusak huniannya (dirame ramekan ngancurinya bahkan ikut Aparat)
Kantor Wilayah Pertanahan Provinsi Sumut dan Deli Serdang sebagai Perpanjangan Tangan Pemerintah Pusat ( Instansi Vertikal dari Kementrian ATR/ BPN ) saat dimohon klarifikasi atas keberadaan Sertifikat Aspal/ Cacat Administrasi/Surat Bawah Tangan yang menjadi produk lembaga mereka itu selalu MENGHINDAR , sementara nyata rakyat selalu saja dirugikan atas tindakan perampokan oleh perkebunan PTPN 2/1 dengan menggunakan Sertifikat HGU Aspal/Cacat Administrasi/Surat Bawah Tangan , Terlihat bahwa ada Unsur Kesengajaan ( Dolus) dari Kantor Wilayah Pertanahan Propinsi untuk MENGABURKAN dan TIDAK MAU atau MENOLAK meletakkan batas - batas antara Batas Batas Tanah Rakyat dengan Batas - Batas Negara..
Apakah penggunaan tanah negara tanpa membayar uang pemasukan ke kas negara itu Restu atau juga permainan Pemerintah Pusat Cq Kementerian ATR/BPN dan BUMN .?
Apakah Kantor Pertanahan Provinsi Sumut sengaja tidak menjalankan fungsi Pendataan, Pengawasan atas Tanah-Tanah Negara?
Mengapa rakyat diintimidasi fisik dan administrasi terus dan permintaan untuk transparansi atas batas-batas tanah negara dan tanah rakyat terus dipersulit oleh Kantor Wilayah Pertanahan Provinsi Sumut dan Kantor Pertanahan Kabupaten/ Kota?
Pengusiran dan Penolakan Permintaan peletakan batas - batas tanah rakyat dengan perusahaan perkebunan selalu mengatasnamakan kepentingan negara , dan akhirnya kemudian mengeksploitasi dengan mudah bumi, air, ruang kasa bahkan merampok tanah sawah ladang dan hunian rakyat. Keji, lebih keji dari penjajah Belanda.. Kebangsaan dan Nasionalisme sudah sirna sumber hukum Pancasila dan Tujuan Negara yang tercantum di Alinea 4 Pembukaan Undang-Undang 1945 sudah tinggal judul semata.
Nampaknya kita tidak bisa berharap mereka punya nurani , tidak bisa berharap TNI itu dari rakyat untuk rakyat lagi, apalagi berharap pada Polri yang netral. Mereka sudah bertugas menjaga penguasa dan pengusaha. Jalan satu-satunya turun ke jalan dan menyumpah serapah.
Kita coba usaha dan lihat apakah Presiden Prabowo Subianto dan TNI serta Kementerian ATR/BPN punya political will meluruskan ini semua,ini kita lihatlah dimulai dari Kantor Wilayah Pertanahan Provinsi Sumut maupun Kantor Pertanahan Kabupaten / Kota.
(TIM)



Tidak ada komentar:
Posting Komentar